BAB I
PENDAHULUAN
Dengan berakhirnya kekuasaan khalifah Ali ibnu Abi Thalib, maka lahirlah
kekuasan bani Umayyah. Pada periode
Ali dan Khalifah sebelumnya, pola kepemimpinan masih mengikuti keteladanan
Nabi. Para khalifah dipilih melalui proses musyawarah. Ketika mereka menghadapi
kesulitan-kesulitan, maka mereka mengambil kebijakan langsung melalui
musyawarah dengan para pembesar yang lainnya,
Hal ini berbeda dengan masa
khulafaur rasyidin atau masa dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya, yang
dimulai pada masa dinasti bani Umayyah. Adapun bentuk pemerintahannya adalah
berbentuk kerajaan, kekuasaan bersifat feudal (penguasaan tanah/daerah/wilayah,
atau turun menurun). Untuk mempertahankan kekuasaan, khilafah berani bersikap
otoriter, adanya unsure kekerasan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya,
serta hilangnya musyawarah dalam pemilihan khilafah.
Umayyah berkuasa kurang lebih
selama 91 tahun. Reformasi cukup banyak terjadi, terkait pada bidang
pengembangan dan kemajuan pendidikan Islam. Perkembangan ilmu tidak hanya dalam
bidang agama semata melainkan juga dalam aspek teknologinya. Sementara sistem
pendidikan masih sama ketika Rasul dan khulafaur rasyidin, yaitu kuttab yang
pelaksanaannya berpusat di masjid.
BAB II
Khilafah
Bani Umayyah (41 - 132 H / 661 - 750 M)
Kekuasaan Muawiyah menjadi
awal kekuasaan Bani Umayyah. Pemerintahan yang bersifat demokratis di masa
khulafaur Rasyidin berubah menjadi kerajaan turun temurun. Kekhalifahan
Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan
pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun
dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia
terhadap anaknya, Yazid.
Muawiyah bermaksud mencontoh monarkhi di Persia
dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun dia
memberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan
tersebut. Dia menyebutnya “khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang
diangkat oleh Allah.”
Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 91
tahun. Ibu kota negara dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia
berkuasa sebagai gubernur sebelumnya. Khalifah-khalifah besar dinasti Bani
Umayyah ini adalah:
1) Muawiyah ibn Abi Sufyan (661 -680 M),
2) Abd al-Malik ibn Marwan (685-705M),
3)
Al-Walid ibn Abdul Malik (705-715M),
4)
Umar ibn Abd al-Aziz(717-720 M) dan
5)
Hasyim ibn Abd al-Malik (724-743M).
1)
Muawiyah ibn Abi Sufyan (41 - 61 H / 661 -680 M)
Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah Usman
dan Ali dilanjutkan kembali oleh dinasti ini. Di zaman Muawiyah, Tunisia dapat
ditaklukkan. Di sebelah timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai
ke sungai Oxus dan Afganistan, sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan
serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang
dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abd al-Malik. Dia
mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Balkh,
Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India
dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Di samping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah
juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah mendirikan
dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap
dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan
bersenjata dan pencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim
(qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi adalah seorang
spesialis di bidangnya.
Meskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti ini,
namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah
tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan ibn Ali ketika dia naik tahta,
yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian pemimpin setelah Muawiyah
diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid
sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposi¬si di
kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan
berkelanjutan.
2)
yazid Ibn Muawiyah (61 - 66 H / 680 - 685 M)
Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau
menyatakan setia kepadanya. Yazid kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya
untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua
orang terpaksa tunduk, kecuali Husein ibn Ali dan Abdullah ibn Zubair. Bersamaan dengan itu, kelompok Syi’ah
melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali.
Perlawanan terhadab Bani Umayyah dimulai oleh Husein ibn Ali. Pada tahun 680 M, ia pindah dari Mekah ke
Kufah atas permintaan golongan Syi’ah yang ada di Irak. Umat Islam di daerah
ini tidak nengakui Yazid. Mereka mengangkat Husein sebagai khalifah. Dalam pertempuran
yang tidak seimbang di Karbala, sebuah daerah di dekat Kufah. tentara Husein
kalah dan Husein sendiri mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke
Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbala (wilayah Iraq sekarang).
Perlawanan orang-orang Syi’ah
tidak padam dengan terbunuhnya Husein. Gerakan mereka bahkan menjadi lebih
keras, lebih gigih dan tersebar luas. Banyak pemberontakan yang dipelopori kaum
Syi’ah terjadi.
3)
Abd al-Malik ibn Marwan (66 - 87 H / 685-705M)
Pada masa ini,
pemberontakan-pemberontakan kaum Syiah masih berlanjut. Yang termasyhur di
antaranya adalah pemberontakan Mukhtar di Kufah pada tahun 685 - 687 M. Mukhtar
mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali, yaitu umat Islam bukan
Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain yang pada masa Bani Umayyah
dianggap sebagai warga negara kelas dua.
Mukhtar terbunuh dalam
peperangan melawan gerakan oposisi lainnya, yaitu gerakan Abdullah ibn Zubair.
Namun, ibn Zubair juga tidak berhasil menghentikan gerakan Syi’ah. Abdullah ibn
Zubair membina gerakan oposisinya di Mekah setelah dia menolak sumpah setia
terhadapYazid. Akan tetapi, dia baru menyatakan dirinya secara terbuka sebagai
khalifah setelah Husein ibn Ali terbunuh. Tentara Yazid kemudian mengepung
Mekah. Dua pasukan bertemu dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun,
peperangan terhenti karena Yazid wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke
Damaskus. Gerakan Abdullah ibn Zubair baru dapat dihancurkan pada masa
kekhalifahan Abd al-Malik. Tentara Bani Umayyah dipimpin al-Hajjaj berangkat
menuju Thaif, kemudian ke Madinah dan akhirnya meneruskan perjalanan ke Mekah.
Ka’bah diserbu. Keluarga Zubak dan sahabatnya melarikan diri, sementara ibn
Zubair sendiri dengan gigih melakukan perlawanan sampai akhirnya terbunuh pada
tahun 73 H / 692M.
Selain gerakan di atas,
gerakan-gerakan anarkis yang dilancarkan kelompok Khawarij dan Syi’ah juga
dapat diredakan. Keberhasilan memberantas gerakan-gerakan itulah yang membuat
orientasi pemerintahan dinasti ini dapat diarahkan kepada pengamanan
daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia
Tengah) dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan
Spanyol.
Ekspansi ke timur yang
dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abd al-Malik. Dia
mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Balkh,
Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand.Tentaranya bahkan sampai ke India
dan dapat me¬nguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Khalifah Abd al-Malik juga
berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan
memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
Keberhasilan Khalifah Abd al-Malik diikuti oleh puteranya al-Walid ibn Abd
al-Malik (705-715M) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan
pembangunan. Dia membangun panti-panti untuk orang cacat. Semua personel yang
terlibat dalam kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap. Dia
juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah
lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan mesjid-mesjid yang
megah.
Pada masanya, Abd al-Malik
mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang
dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri dengan memakai
kata-kata dan tulisan Arab.
Pada masa ini, Imam Abu
Hanifah rhm (80 - 150 H/699-767 M), pengazas madzab Hanafi dilahirkan di kota
Kufah (Iraq sekarang).
4)
Al-Walid ibn Abdul Malik (87 - 97 H / 705-715M)
Ekspansi ke barat secara
besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid ibn Abdul Malik. Masa pemerintahan
Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran, dan ketertiban. Umat Islam merasa
hidup bahagia. Pada masa pemerintahannyayang berjalan kurang lebih sepuluh
tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika utara menuju wilayah
barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah al-Jazair dan Marokko
dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya
menyeberangi selat yang memisahkan antara Marokko dengan benua dan mendarat di
suatu tempat yang sekarang dikenal nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara
Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi
selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova, dengan cepat dapat dikuasai. Menyusul
setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira, dan Toledo yang dijadikan
ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan Islam memperoleh
kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang
sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.
Pada masa ini, Imam Malik rhm
(93 - 179 H/ 713 -798 M ) lahir di Kota Madinah. Namun ada literatur menyebut
beliau lahir pada era Sulaiman ibn Abd al-Malik.. Wallahu a’lam.
5)
Sulaiman bin Abd al-Malik (97 - 98H / 715 - 717 M)
6)
Umar ibn Abd al-Aziz(98-101 H / 717-720 M)
Dengan keberhasilan ekspansi
ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa
Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol,
Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil,
Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek,
dan Kirgis di Asia Tengah.
Di zaman Umar ibn Abd al-Azis
serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin
oleh Abd al-Rahman ibn Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau,
Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperanganyang
terjadi di luar kota Tours, al-Qhafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali
ke Spanyol. Di samping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang
terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.
Hubungan pemerintah dengan
golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz
(98 - 101 H / 717 - 720 M). Ketika dinobatkan sebagai khalifah, dia menyatakan
bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih
baik daripada menambah perluasannya. Ini berarti bahwa prioritas utama adalah
pembangunan dalam negeri.
Meskipun masa pemerintahannya
sangat singkat, dia berhasil menjalin hubungan baik dengan golongan Syi’ah. Dia
juga memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan
keyakinan dan kepercayaannya. Pajak diperingan. Kedudukan mawali disejajarkan
dengan muslim Arab.
7.
Yazid ibn Abd al-Malik (101 - 105 H / 720-724 M)
Sepeninggal Umar ibn Abd
al-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah berada di bawah khalifah Yazid ibn Abd al-Malik
(720-724 M). Penguasa yang satu ini terlalu gandrung kepada kemewahan dan
kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam
ketenteraman dan kedamaian, pada zamannya berubah menjadi kacau. Dengan latar
belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi
terhadap pemerintahan Yazid ibn Abd al-Malik.
8)
Hisyam ibn Abd al-Malik (105 - 125 H / 724-743 M)
Kerusuhan terus berlanjut
hingga masa pemerintahan Khalifah berikutnya, Hisyam ibn Abd al-Malik (724-743
M). Bahkan di zaman Hisyam ini muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan
berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani
Hasyim yang didukung oleh golongan mawali dan merupakan ancaman yang sangat
serius. Dalam perkembangan berikutnya kekuatan baru ini, mampu menggulingkan
dinasti Umawiyah dan menggantikannya dengan dinasti baru, Bani Abbas.
Sebenarnya Hisyam ibn Abd al-Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan
terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi terlalu kuat, khalifah tidak
berdaya mematahkannya.
Sepeninggal Hisyam ibn Abd al-Malik,
khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga
bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi.
9)
Marwan bin Muhammad (…- 132 H / … - 750 M)
Akhirnya, pada tahun 132H/750
M, daulat Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim
al-Khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, melarikan
diri ke mesir, ditangkap dan dibunuh di sana
Ada beberapa faktor yang
menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor
itu antara lain adalah:
1) .Sistem pergantian khalifah melalui garis
keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan
aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian
khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan
anggota keluarga istana.
2) .Latar belakang terbentuknya dinasti Bani
Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa
Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan
oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara
tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan
terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3) Pada masa kekuasaan Bani Umayyah,
pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan
(Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing.
Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan
untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan
mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa
tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah
dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
4) Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah
juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak
khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi
kekuasaan. Disamping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian
penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5) Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan
dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh
keturunan al-Abbas ibn Abd al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh
dari Bani Hasyim dan golongan Syi'ah, dan kaum mawali yang merasa dikelas
duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah
BAB III
SISTEM POLITIK PEMERINTAHAN BANI UMAYYAH
LATAR
BELAKANG SOSIAL POLITIK PADA MASA BANI UMAYYAH
Setelah pada tanggal 20
Ramadhan 40 H Ali ditikam oleh Ibnu Muljam, salah satu pengikut Khawarij,
kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya (Hasan bin Ali)
selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan ternyata sangat lemah, sementara
pengaruh Muawiyah semakin kuat, maka Hasan membuat perjannjian damai.
Perjanjian itu dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam suatu kepemimpinan
politik, di bawah Muawiyah bin Abi Sufiyan. Di sisi lain perjanjian itu
menyebabkan Mu’awiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41 H, tahun
persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun Jama’ah (‘am al jama’ah).
Dengan demikian telah berakhirlah masa Khulafa’ur Rasyidin dan dimulailah
kekuasaan Bani Umayah dalam sejarah politik Islam.
Muawiyyah adalah pendiri
dinasti Umayyah, ia merupakan putra dari Abu Sufyan ibn Umayyah ibn Abdu Syam
ibn Abd Manaf. Ibunya adalah Hidun binti Utbah ibn Rabiah ibn Abd Syan ibn Abd
Manaf. Sebagai keturunan Abd Manaf, Muawiyah mempunyai hubungan kekerabatan
dengan Nabi Muhammad. Ia masuk Islam pada hari penaklukkan kota Mekkah (Fathul
Mekkah) bersama penduduk Mekkah lainnya. Ketika itu Muawiyyah berusia 23 tahun.
Mu’awiyah (memerintah 661-680)
adalah orang yang bertanggung jawab atas perubahan sistem. Sukses kepemimpinannya
dari yang bersifat demokratis dengan cara pemilihan kepada yang bersifat
keturunan. Bani Umayyah berhasil mengokohkan kekhilafahan di Damascus selama 90
tahun (661-750). Pemindahan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damascus
menandai era baru.
Daulah Bani Umayyah mempunyai
peranan penting dalam perkembangan masyarakat di bidang politik, ekonomi dan
sosial. Hal ini didukung oleh pengalaman politik Mu`awiyah sebagai bapak
pendiri daulah tersebut yang telah mampu mengendalikan situasi dan menepis berbagai
anggapan miring tentang pemerintahannya. Muawiyah bin Abu sufyan adalah seorang
politisi handal di mana pengalaman politiknya sebagai gubernur Syam pada masa
khalifah Utsman bin Affan cukup mengantar dirinya mampu mengambil alih
kekuasaan dari genggaman keluarga Ali bin Abi Thalib.
Dibidang ekonomi Abdul Malik
ibn Marwan adalah khaifah yang pertama kali membuat mata uang dinar dan
menuliskan di atasnya ayat-ayat al-Qur’an.7 Ia juga melakukan pembenahan
administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi
administrasi pemerintahan Islam.
Pada masa dinasti Umayyah
politik telah mengalami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih teratur
dibandingkan dengan masa sebelumnya, terutama dalam hal Khilafah
(kepemimpinan), dibentuknya Al-Kitabah (Sekretariat Negara), Al-Hijabah
(Ajudan), Organisasi Keuangan, Organisasi Keahakiman dan Organisasi Tata Usaha
Negara.
Bani Umayyah dibantu oleh beberapa al Kuttab
(sekretaris) yang meliputi :
1)
Katib
ar Rasaail yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat-menyurat
dengan pembesar-pembesar setempat.
2)
Katib al Kharraj yaitu sekretaris yang
bertugas menyelenggarakan penerimaan dan pengeluaran negara.
3)
Katib
al Jund yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal yang berkaitan
dengan ketentaraan.
4)
Katib
asy Syurthahk yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan
pemeliharaan keamanan dan
ketertiban umum.
5)
Katib
al-Qaadhi yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui
bedan-badan peradilan dan hakim setempat.
Masa Bani Umayyah juga
membentuk berbagai departemen baru antara lain bernamaal-Hijabah, yaitu urusan
pengawalan keselamatan Khalifah. Organisasi Syurthahk(kepolisian) pada masa
Bani Umayyah disempurnakan,. Pada mulanya organisasi inimenjadi bagian
organisasi kehakiman, yang bertugas melaksanakan perintah hakim
dankeputusan-keputusan pengadilan, dan kepalanya sebagai pelaksana al-hudud.
DAFTAR PUSTAKA
http://jackbana.blogspot.com/2009/10/pendidikan-islam-pada-masa-bani-umayyah.html
http://www.pdfqueen.com/html/aHR0cDovL211aGxpcy5maWxlcy53b3JkcHJlc3MuY29tLzIwMDcvMDgvaXNsYW0tbWFzYS11bWF5eWFoLnBkZg==
http://zahratuljannah.blogdetik.com/2009/04/21/jejak-kegemilangan-umat-islam-dalam-pentas-sejarah-dunia/
http://kammikomsatugm.wordpress.com/2009/10/31/analisis-sejarah-khilafah-bani-umayyah/
No comments:
Post a Comment